Demikian pula, jika istrinya adalah seorang hamba sahaya, suami juga harus tidak mencabut kemaluannya kecuali izin diminta untuk memiliki hamba sahaya yang, atau -menurut salah satu lisensi pendapat- hamba sahaya itu sendiri. Berbeda dengan hamba sahaya milik pribadi.

Syaikh Umar bin Abdul Wahab al-Husaini mengatakan, bagi orang-orang yang memiliki hubungan dengan istrinya yang perawan (gadis Tinting), dia tidak harus mencabut alat kelamin lubang vagina, istrinya (sebelum hubungan intim itu benar-benar selesai), melakukan tidak seperti kebiasaan dilakukan oleh orang-orang bodoh.
Tapi mereka harus dibiarkan saja sperma keluar dengan cepat agar sampai ke rahim istrinya, siapa tahu Tuhan akan menentukan anaknya dari hasil bersetubuh tersebut, sehingga keturunannya diberikan kepadanya itu dapat bermanfaat baginya. Mungkin selain itu adalah bahwa dialkukan hubungan seksual dengan istrinya terlambat pertemuan sirkuit istrinya, karena tidak peduli siapa yang bisa mengelak sseorang dari kematian yang akan datang.
Sumber: K. H. Misbah Musthofa, terjemahan quratu al-'uyun, hal113-114, Al-Balagh. 1993.
0 komentar :
Posting Komentar